Friday, October 10, 2014

AMPLOP DI KOLONG PINTU

Assalaamu ’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh. Alhamdulilaahi rabbil ‘aalamiin. Washalaatu wassalaamu ‘alaa asyrafil anbiyaai wal mursaliin. Nabiyyinaa Muhammadin shallaallahu ‘alaihi wasallama. Wa ‘alaa aalihi wa azwaajihii wa dzurriyyatihii wa ash-haabihii wa ummatihii ilaa yamuddiin. Bismillaahirrahmaanirrahiim. Ammaa ba’du.

Ketika yang lain mengumpulkan uang, kita menebarnya, membaginya. Ketika yang lain berburu uang dan menahannya, kita malah melepasnya. Itulah sedekah.

Konsep-konsep aneh dalam sedekah, dianggap tidak lazim sebab kita memang tidak terbiasa. Mana ada cerita sebuah konsep: “Jika mau dicukupkan Allah, sedekahkan apa yang kurang”? Jika yang lain malah mencari pinjeman dan pontang panting usaha sana sini untuk mencukupkannya, kita malah dengan entengnya menyedekahkan apa yang kurang itu. Konsep aneh.

Terasa aneh juga. Anak-anak lapar, ada kebutuhan, ada hajat, namun pas ada, malah mentingin anak orang lain, mentingin kebutuhan dan hajat orang lain.

Aneh.

Dan sekali lagi, jadi aneh sebab kita tidak biasa melakukannya. Manakala kita terbiasa melakukannya, maka ia menjadi sebuah metode yang layak diikuti.

Pertanyaan demi pertanyaan kemudian muncul. Seputar ikhlas dan doa sebagai isyu utamanya. Tatkala sedekah dijadikan sebagai senjata, sebagai metodologi untuk membanyakkan rizki, sebagai wasilah yang disengaja untuk mendapatkan ampunan Allah, surga, dan keridhaan-Nya, mulailah muncul pertanyaan boleh atau tidaknya.

Pertanyaan kemudian berkembang lagi. Misalnya, apakah ketika seseorang meminta fadhilah, keutamaan, dari satu amal, di dunia ini, lalu ia akan kehilangan haknya di hari akhir? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang akan terus.


Dengan segala keterbatasan, saya memohon izin Allah, dan kemudahan untuk mengajar secuplik secuplik, sedikit demi sedikit, sambil menguraikan. Agar ada kepahaman juga, yang mudah-mudahan keyakinan yang selama ini diyakini, pengajaran yang selama ini diajarkan, adalah bukan satu kesalahan. Bukannya apa. Saya pun kadang risau. Jika seruan sedekah saya, MALAH KEMUDIAN MEMBAWA SAUDARA SEMUA JUSTRU KE NERAKA. Saya sebagai pendakwah di lapangan, sempat juga diliputi keraguan. Apa iya saya mengajarkan sesuatu yang salah? Sedang yang saya sampaikan adalah Janji Allah dan Rasul-Nya? Ketika yang lain, keutamaan sedekah muncul akibat ketidaksengajaan, maka saya justru menyeru untuk menyengaja. Ada yang tidak berani meminta, saya justru menyuruh diri saya dan orang lain untuk jangan segan-segan meminta. Berdoa. Kepada Allah.

Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang saya coba turunkan lewat kesempatan demi kesempatan kali ini.

Kita awali dengan tulisan sederhana, berjudul: Amplop di Kolong Pintu...

***
Ada seorang anak yatim, yang sakit. Di ujung gang. Dan kita tergerak memberi ibu ini anak yatim, 100rb rupiah sebagai sedekah kita. Kita jalan diam-diam, no body knows. Tidak ada yang tahu. Bahkan kita pun menyengaja tidak memberi tahu siapapun. Kita sembunyikan segala niatan kita. Hanya Allah saja yang tahu.

Kita ambil amplop, lalu kita selipkan uang Rp. 100 tersebut. Kita pilih sengaja jalan menuju rumah si yatim di saat langit begitu sunyi dihiasi sinar sempurna rembulan. Satu alasan: Benar-benar supaya tidak ada yang tahu, bahwa di tangan kita tergenggam amplop putih berisi uang 100rb untuk si yatim.

Andai pun ada yang menegur: "Hendak kemana wahai anak muda?"

Niscaya kita hanya akan jawab dengan senyuman saja tanpa berkata-kata. Menghindari pertanyaan selanjutnya. Kalaupun perlu menjawab, kita hanya akan menjawab: "Sedang menikmati malam dan gemerlapnya bintang."

Lalu, di depan pintu rumah si yatim, kita pun menikmati kesendirian amal. Benar-benar tidak ada yang tahu. Sementara kita meyakini bahwa Malaikat-Malaikat Allah yang bersih hatinya lah yang menatap lekat perilaku kita dan mencatatnya bahwa amal ini mutlak milik Allah dan dipersembahkan hanya untuk Allah semata.

Melalui lobang kecil di bawah pintu, yang berjarak hanya setengah centi dari tanah, kita masukkan amplop tersebut. Amplop ini hanya bertuliskan: “Dari hamba Allah.”

Bahkan amplop itu masih berisi sedekah dalam bentuk yang lain. Yakni sedekah dalam bentuk sekalimat doa: “Semoga Ananda diberikan kesembuhan, dan ibu memiliki keberkahan memelihara anak yatim."

Tapi ya hanya sampai di situ. Benar-benar sampai di situ. Tidak ada ketukan pintu yang kemudian menjadi kesempatan buat kita memberi tahu si penghuni rumah bahwa ada amplop terselip di bawah pintu. Tidak. Amal ini begitu sunyi. Sesunyi malam yang dipilih.

Inilah yang barangkali disebut dengan “ikhlas” oleh kebanyakan orang. Berusaha keras menyembunyikan amal, hanya Allah saja yang tahu. Kerahasiaan amal dijaga demikian ketat. Hal-hal apa saja yang menyebabkan amal ini menjadi tetap tersembunyi, benar-benar dilakukan.

Tentulah TIDAK ADA YANG BERANI membantah tentang ikhlas yang model begini. Sayangnya, kemudian keyakinan/sudut pandang bahwa ikhlas adalah berhenti bermodel begini, lalu meniadakan/menafikan ikhlas yang lain.

Sebelum melanjutkan ke esai berikut, ada contoh tentang ikhlas yang berbeda: Seorang TKI, menyerahkan uang tabungannya yang sudah ia kumpulkan 3 tahun. Dengan harapan agar ia beroleh jodoh. Sudah 3x ia balik keluar negeri tempat ia bekerja, dan belom beroleh jodoh. Lalu, apakah pengharapannya ini salah? Layak kah kita menyebutnya tidak ikhlas? Ikhlas mana dengan kita yang menjaga tabungan kita hanya untuk diri kita? He he he.  

Ok deh, kita ikuti ya sesi-sesi berikutnya. Sampe ketemu. Mohon maaf lahir batin jika saya ada kesalahannya. Insya Allah jika Saudara sudah baca buku the miracle dan mengikuti dengan baik kuliah tauhid ini, pembahasan ini dan ke depan, sudah bukan hal baru lagi. Tapi ga mengapa. Belajar memang jangan hanya sekali. Tapi harus berkali-kali hingga pemahaman datang. Sengaja pembahasannya case by case. Judul per judul. Supaya pemahaman Saudara, terstruktur.

Allahumma shallii ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘ alaa aali Sayyidinaa Muhammad. Allaahumma innaa nas-aluka ‘ilman naafi’an wa yaqiinan shaadiqan. Wa ‘amalan mutaqobbalan wa rizqan halaalan waasi’an mubaarakan thayyiban. Allaahumma inna nas-alukal hudaa wat tuqoo wal ‘afaafa wal ghinaa. Washallallaahu ‘alaa Sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aali Sayyidinaa Muhammadin. Walhamdulillaahi robbil ‘aaalamiin.Subhaanakallahumma wa bihamdika nasyhadu al-laa-illaaha illallaah nastaghfiruka wa natuubu ilahi. Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


INFO SHADAQAH
Saya mengajak Anda untuk mendukung pembibitan Penghafal Al-Qur’an yang digagas oleh Ustadz Yusuf Mansur  dan Pondok Pesantren Penghafal Al-Qur’an (PPPA) Daarul Qur’an.

Silahkan sampaikan donasi nya di rekening Sbb :
Atas nama Yayasan Daarul Qur’an Nusantara

Bank Syariah Mandiri         : A/C. 074 006 5000
BCA                                        : A/C. 603 030 8041
Bank Muamalat                   : A/C. 303 003 3615
Bank Mandiri                        : A/C. 128 000 509 2975
Bank Bukopin Syariah        : A/C. 880 0420 017
Bank Mega Syariah            : A/C. 100 000 6822
Bank BNI Syariah                : A/C. 1699 1699 6
Bank DKI Syariah                : A/C. 701 700 9003
Bank Permata Syariah       : A/C. 97 1010 606
Bank Danamon Syariah     : A/C. 731 34 769
BRI                                         : A/C. 0523 01 0000 34 30 4

Konfirmasikan sedekah Anda melalui sms ke : 081519002828. Untuk konfirmasi sedekah Anda, ketik : Konfirmasi/Nama/Via Bank/Nominal Sedekah/Tanggal Transfer/Nomor Resi/Keterangan Donasi (infak/sedekah/wakaf). Hajat. Lalu kirinkan ke alamat HP tersebut di atas.
 
Semoga para donator dilipatgandakan pahalanya dan disegerakan dengan rizki berlimpah berkah penuh kebaikan. Amin.





No comments:

Post a Comment

DENDAM DAN KEKEJAMAN

Dendam membuat kita menjadi kejam. Hal ini dapat kita buktikan sendiri dengan melihat sendiri keadaan batin kita. Dendam melahirkan kebencia...