Friday, December 13, 2013

07.00



Hari ini sungguh indah, saudaraku! Langit biru membentang di atas kepala. Pepohonan dengan daun yang menghijau menambah keindahannya di pagi ini. Lihatlah pula burung-burung yang berterbangan di atas langit bumi. Sepertinya burung-burung itu adalah burung tercantik yang pernah dimiliki planet ini. Mereka terbang rendah lalu meninggi dan menukik tajam hinggap di dahan pohon yang kering.

Sementara itu  matahari masih memancarkan cahaya yang menyenangkan hati. Hangatnya terasa hinggga ke dasar perasaan manusia. Lalu dengan kegembiraan yang meluap-luap orang-orang berlarian menuju pusaran yang dipenuhi intan dan berlian.

Ketika berinteraksi dengan pusaran tersebut, sebagian dari mereka terhempas jatuh. Sisanya terlihat bergembira mendapatkan kilauan intan dan berlian yang menyilaukan. Maka berbahagialah mereka yang mendapatkan kilau permata. Di bagian manakah kita berada, saudaraku?

Friday, December 6, 2013

Antara Cinta dan Nafsu



Saudaraku,..
Apa yang kita namakan cinta antara pria dan wanita, itu selalu mendatangkan dua hal yang bertentangan, puas atau kecewa, senang atau susah. Ini membuktikan bahwa yang kita agung-agungkan itu sesungguhnya hanyalah nafsu belaka. Nafsu adalah gairah, adalah "si aku yang ingin senang.” Nafsu selalu berpamrih, karena bersumber kepada pikiran yang menciptakan si aku lewat pengalaman dan pengetahuan. Pamrihnya hanya satu, walaupun kadang terselubung dan mengenakan beribu macam kedok, yaitu ingin mencapai sesuatu, ingin mendapatkan sesuatu, dan "sesuatu" ini pasti yang menyenangkan dirinya. Tidaklah mengherankan kalau kemudian muncul kecewa dan duka kalau keinginan itu tidak tercapai. Kalau terlaksana keinginan itu, terdapatlah kepuasan. Tetapi ini hanyalah kepuasan yang sementara. Karena nafsu selalu menghendaki lebih. Bukti bahwa yang kita anggap sebagai "cinta suci” antara pria dan wanita itu pada hakekatnya hanyalah nafsu, dapat dilihat dari akibat yang ditimbulkan oleh cinta itu. Cinta antara pria dan wanita dimulai dari pandang mata, saling melihat. Dari sini timbul perasaan tertarik, karena apa yang dilihatnya itu menyenangkan hatinya, cocok dengan seleranya. Setelah saling tertarik, timbul keinginan untuk saling memiliki. Kemudian bermunculan akibat nafsu ini. Cemburu, patah hati, duka, benci, pertentangan dan sebagainya. Betapa banyaknya dua orang yang tadinya bersumpah saling mencinta sampai mati, setelah menjadi suami isteri bertengkar setiap hari, bahkan berakhir dengan perceraian dan saling benci! Sungguh aneh kalau cinta kasih murni berakhir menjadi kebencian. Kalau nafsu, sama sekali tidak mengherankan kalau kemudian mendatangkan akibat duka dan kebencian. 


Banyak orang melihat kenyataan ini! Mereka melihat bahayanya nafsu yang berselubung sebagai “cinta suci” ini, dan untuk menghindarkan diri dari duka, untuk membikin putus ikatan ini, ada orang yang dengan sengaja menjauhkan diri dari asmara ini. Mereka tidak mau melakukan hubungan antara pria dan wanita, menjadi perjaka atau perawan selama hidup, tidak mau atau pantang melakukan hubungan sex. Apakah dengan cara demikian berarti mereka telah terbebas dari nafsu? Apakah nafsu itu hanya muncul melalui gairah berahi saja? Apakah kalau sudah begitu kita akan dapat bebas dari duka? Bagaimana dengan nafsu dalam bentuk lain, keinginan si aku dalam bentuk lain? Masih ada seribu satu macam cara bagi si aku untuk mengejar keinginannya. Bahkan satu di antaranya adalah "keinginan bebas dari nafsu sex" itulah! Keinginan memuaskan nafsu dan keinginan menjauhi nafsu datang dari sumber yang sama! Sumbernya adalah si-aku yang ingin! Pamrihnya adalah kesenangan bagi si aku. Karena menyadari bahwa menuruti nafsu menimbulkan duka, maka si aku lalu berkeinginan untuk menjauhi nafsu, tentu saja pamrihnya agar jangan mengalami duka, dan hal ini tentu akan menyenangkan!

Demikian pandainya nafsu daya rendah mempermainkan kita! Demikian pandainya bersalin rupa, sehingga kita sering kali terkecoh. Hati dan akal pikiran kita sudah bergelimang daya rendah, maka apapun yang dihasilkan hati dan akal pikiran, sudah terpengaruh nafsu. Mengapa seluruh badan ini luar dalam bergelimang nafsu? Karena sudah kodratnya demikian! Selama jiwa bersemeyam di dalam badan, agar dapat hidup, badan harus disertai nafsu-nafsu daya rendah. Tanpa adanya nafsu daya rendah, badan akan binasa. Badan kita ini dapat hidup karena ketergantungan kepada banyak benda. Kita butuh makanan, kita butuh benda-benda, kita butuh orang lain. Kita tidak mungkin dapat terbebas dari ikatan-ikatan dengan daya-daya rendah yang sesungguhnya merupakan alat hidup, merupakan sarana hidup, bahkan kebutuhan mutlak bagi kehidupan. Ini sudah kodratnya, sudah kehendak Tuhan begitu. Kita tidak mungkin mengingkari ini. Nafsu yang kita namakan nafsu sex merupakan kodrat pula. Kita tidak mungkin melenyapkannya, kalau kita menghendaki manusia masih berkelanjutan hidup di dunia ini. Nafsu sex hanya merupakan alat, merupakah sarana perkembang-biakan mahluk manusia. Kalau terdapat kenikmatan di situ, hal itu merupakan anugerah Tuhan yang patut kita syukuri.

Karena seluruh badan kita luar dalam sudah bergelimang nafsu, hati dan akal pikiran kita sudah bergelimang nafsu rendah, maka badan dan batin kita di kuasai nafsu, menjadi hamba nafsu. Padahal, nafsu daya rendah itu seharusnya yang mehjadi alat kita, menjadi hamba kita, menjadi pelayan kita. Lalu bagaimana kita dapat membebaskan diri dari cengkeraman nafsu, kalau "kita" ini adalah hati dan akal pikiran yang bergeli mang nafsu?

Hanya satu kekuasaan saja yang akan mampu mengatur, yang akan mampu merubah, yang akan mampu mengembalikan nafsu daya rendah ke dalam tempatnya semula, mengembalikan nafsu daya rendah kepada tempat dan tugasnya yang benar, yaitu sebagai pelayan dalam kehidupan. Kekuasaan itu adalah kekuasaan Tuhan, kekuasaan yang menciptakan nafsu daya rendah, yang menciptakan segala sesuatu di alam mayapada ini! Dan kita? Hanya menyerah! Menyerah dengan sepenuhnya, menyerah dengan ikhlas, dengan tawakal, dengan pasrah. Menyerah sebulatnya dengan mutlak, tanpa adanya hati akal pikiran yang mencampuri.

Yang ada hanya penyerahan. Yang ada hanya kepasrahan. Yang ada hanya pengamatan, penerimaan tanpa disertai keinginan hati akal pikiran. Menyerah dan menerima, merasakan dan waspada, bukan "aku" yang waspada. 




Tulisan ini dikutip dari :
http://souldiaryoflove.blogspot.com/

Picture Source :




DENDAM DAN KEKEJAMAN

Dendam membuat kita menjadi kejam. Hal ini dapat kita buktikan sendiri dengan melihat sendiri keadaan batin kita. Dendam melahirkan kebencia...