Assalamualaikum!
Aku datang kepadamu
saudaraku, setelah cukup lama kita tidak lama bertemu. Ketika itu aku pergi
dengan meninggalkan sedikit perih di hatimu. Aku pun tahu engkau ketika terluka
sangat dalam. Seingatku kita pernah berdiam diri tanpa menyapa satu dengan yang
lainnya hampir satu pekan lamanya. Rasanya sungguh menyakitkan. Ya, seperti
duri yang dicabut dari daging. Entah apa yang engkau pikirkan sekarang. Ingatkah
engkau kepada suaraku yang parau ketika Tuhan sedang mendatangi kita di suatu
pagi yang sepi? Tuhan waktu itu memang sangat sayang kepada kita.
Kudengar
di penguasa negeri ini sedang mengadakan pemilihan penguasa baru. Kudengar pula
dari suara tikus di warung kopi, yang akan dipilih nanti yang benar-benar baru.
Bahkan bungkusnya harus yang baru. Kata yang jualan kopi, yang lama bungkusnya
sudah ketahuan mengadung bahan pengawet. Sehingga semua warga menjadi ketakutan
kalau kelak ia pun menjadi bahan baku untuk pengawet bungkus itu. Jadi jika
nanti ada yang maju menggunakan bungkus dari daun pisang atau daun jati,
mungkin itulah yang kelak akan terpilih.
Jika
kelak hari penghitungan tiba, pilihanmu jadi nomor satu sedangkan pilihanku jadi
nomor keseribu, bahagiakah engkau saudaraku. Apakah engkau akan membenciku karena
mengambil langkah berbeda darimu.
Tersenyumlah
saudaraku! Jangan wajahmu menjadi masam begitu. Sungguh tak nampak lagi
keindahanmu. Tuhanmu pasti tak setuju dengan kemuramanmu, begitu juga aku. Bahagiakan
hatimu dengan sepenuh hati ketika datang kepedihan. Ceriakan jiwamu dengan
sepenuh jiwa ketika hadapi kesedihan.
Suatu ketika akan kutunjukkan kepadamu di mana langit dan bumimu memanggil sepanjang waktu untuk tunduk patuh pada Tuhan yang memberimu banyak kebaikan dengan sepenuh cinta dan kegembiraan yang berlimpah.
Suatu ketika akan kutunjukkan kepadamu di mana langit dan bumimu memanggil sepanjang waktu untuk tunduk patuh pada Tuhan yang memberimu banyak kebaikan dengan sepenuh cinta dan kegembiraan yang berlimpah.
Tulisan ini dikutip dari
No comments:
Post a Comment