Saudaraku,…
Sejak jaman
dahulu, berbakti terhadap guru atau orang tua dianggap sebagai ketaatan si anak
terhadap guru atau orang tua. Dan melihat bahwa di sini terdapat suatu hal yang
amat menguntungkan maka kata “berbakti” itu dipergunakan oleh guru atau orang
tua untuk membuat murid atau anak menjadi tidak berdaya! Setiap kali seorang
anak tidak menurut kata-kata orang tua, maka anak itu akan dicap sebagai anak
“put-hauw” (tidak berbakti) sehingga si anak terbiasa untuk mentaati segala
perintah orang tua agar menjadi anak berbakti. Dan biarpun pada lahirnya si
anak mentaati karena ingin disebut berbakti, di dalam hatinya si anak mengeluh
dan memberi cap ke-pada orang tuanya sebagai “tidak mencintanya”.
Maka timbullah
celah yang besar antara orang tua dan anak. Si orang tua ingin anaknya
mentaatinya, dengan dalih bahwa semua perintahnya itu demi kebahagiaan dan
kebaikan si anak, sikap seperti ini sesungguhnya bukan lain hanyalah sikap
mementingkan diri sendiri, mencari enaknya sendiri, karena kalau anaknya taat,
dialah yang akan merasakan senang dan berbahagia. Si orang tua sudah memastikan
bahwa apa yang dianggapnya baik itu MESTI baik pula bagi si anak dan apa yang
dianggapnya membahagiakan itu mesti pula membahagiakan si anak!
Sikap seperti ini
yang sampai sekarang masih dipraktekkan oleh orang-orang tua yang sesungguhnya
timbul karena kekurangpengertian, menciptakan apa yang dinamakan “gap” atau
celah antara orang tua dan anak. Ada-nya celah yang merenggangkan orang tua dan
anaknya adalah karena tidak adanya kasih sayang, tidak adanya cinta kasih dalam
batin masing-masing. Kalau ada cinta kasih, maka tidak ada lagi istilah
berbakti atau durhaka, yang ada hanyalah kerja sama, saling membantu dalam
hidup secara wajar, tanpa ingin disebut baik karena bantuan-bantuan
masing-masing itu, yang ada hanyalah kasih sayang dan tidak ada sedikit pun
keinginan untuk senang sendiri, menang sendiri, atau benar sendiri!
Betapa bahagianya
sebuah rumah tangga jika terdapat kasih sayang ini di antara suami, isteri, dan
anak-anak mereka! Peraturan-peraturan yang kaku dan dipaksakan hanya
menimbulkan kemanisan lahir saja namun di dalam batin masing-masing merasa
sakit hati dan menaruh dendam, kebencian terselubung senyum dan sikap ramah
tamah palsu. Dan suasana seperti itu hanya dapat tercipta apabila dimulai dari
diri sendiri! Bukan ingin mengatur orang lain. Cinta kasih harus timbul dari
batin sen-diri dan cinta kasih sama sekali tidak mengharapkan balas dari orang
lain. Namun cinta kasih mengandung daya mujijat yang dapat membersihkan dan
menerangkan orang lain pula!
Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo
Tulisan ini dikutip dari :
No comments:
Post a Comment