Saudaraku,…
Cinta bukanlah memiliki. Yang memiliki adalah palsu. Akan
tetapi kita manusia sedemikian lemahnya sehingga selalu ingin memiliki sesuatu,
baik itu berupa benda, berupa manusia lain, ataupun hanya berupa gagasan. Kita
takut dan bahkan merasa ngeri untuk membiarkan diri kosong tanpa milik
ketergantungan, takut untuk berdiri bebas tanpa pegangan. Padahal, hanya dalam
keadaan bebas ini sajalah kita akan dapat merasakan bagaimana hakekat hidup
ini.
Dalam keadaan bersandar atau tergantung, kita hanya
seperti robot saja yang bergerak di bawah pengaruh yang kita gantungi. Dan
karena kita selalu ingin memiliki, timbullah kecondongan di dalam hati kita
untnk dimiliki. Karena, di dalam memiliki dan dimiliki orang lain terdapat
perasaan aman, perasaan ber-sandar yang teguh. Kita lupa sama sekali bahwa
HANYA YANG MEMILIKI AKAN KEHILANGAN, dan kehilangan ini mendatangkan duka dan
sengsara.
Bukan berarti bahwa kita menjadi tidak perduli akan
segala yang kita punyai. Bukan berarti bahwa kita lalu menjadi tidak perduli
kepada isteri atau suami, kepada keluarga, dan anak-anak, kedudukan, kekayaan,
kepandaian kita dan sebagainya. Mencinta bukan memiliki akan tetapi juga bukan
acuh tak acuh.
Mencinta berarti memberi kebebasan kepada yang
dicintanya, tidak mengikat, tidak menginginkan agar yang dicintanya itu selalu
mentaatinya dan melakukan segalanya sesuai dengan kehendak dan kesenangan hati
sendiri. Mencinta berarti tanpa pamrih dan tanpa pamrih baru ada kalau si-aku
yang ingin senang sendiri itu tidak ada.
Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S
/ Kho Ping Hoo
No comments:
Post a Comment