Friday, April 25, 2014

BERGANTUNG KEPADA ALLAH


Saudaraku,…
Sebenarnya dalam kehidupan ini tidak pernah ada kesulitan, juga tidak pernah ada kemustahilan, selama kita tetap berusaha mewujudkannya. Keridhaan Allah selalu menyertai orang-orang yang memiliki kesungguhan luar biasa terhadap apapun yang dikerjakannya.

Jika Anda mengalami sebuah sebuah kesulitan, kenapa harus gelisah mengandalkan diri sendiri, saudaraku. Libatkanlah Allah SWT dalam menyelesaikan kesulitan tersebut. Bukankah Anda mengimani Allah SWT sebagai Dzat Yang Maha Kuasa? Bukankah Anda juga mengimani kekuasaan Allah yang luar biasa? Tanamkanlah dengan sangat kuat di benak Anda bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini merupakan bagian kecil dari rencana-Nya. Jika ini yang terjadi, bagian tidak menyenangkan dari kehidupan Anda akan terasa sangat menyenangkan. Allah tidak akan membiarkan Anda kepayahan, jika Anda juga tidak mengabaikan Allah dalam urusan-urusan dunia Anda.

Allah SWT berfirman, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (QS. Al-Ikhlas : 2).

Tidakkkah firman Allah ini menguatkan kita untuk menyandarkan setiap kesulitan, kepayahan atau harapan-harapan kita hanya kepada Allah SWT? Mendekatlah kepada Allah dengan jarak yang sedekat-dekatnya, seolah-olah Allah berada di dekat urat leher Anda. Kerjakanlah shalat lima waktu pada waktunya. Kerjakanlah pula shalat tahajud, shalat duha, shalat hajat, shalat rawatib, dan jangan lupa jadikanlah membaca Al-Qur’an menjagi bagian menyenangkan dari hidup Anda. Lalu kuatkanlah kedekatan Anda dengan Allah ini dengan bersedekah setiap saat.

Saudaraku,…
Jika Anda mampu menjaga kualitas kedekatan dengan Allah seperti ini, bukan hal mustahil jika harapan-harapan Anda akan diwujudkan Allah dalam waktu yang singkat. Selamat sauadraku, jikalau Anda memperoleh kemuliaan mampu  berdekatan dengan Allah dalam keadaan yang menyenangkan.

Friday, April 18, 2014

BERBURU KEBAHAGIAAN


Saudaraku,…
Orang yang haus akan kebahagiaan adalah orang yang tidak berbahagia. Kenyataannya bahwa kita ingin berbahagia menunjukkan bahwa kita tidak berbahagia. Ini merupakan fakta. Nah, dalam keadaan tidak berbahagia, bagaimana mungkin dapat menemukan bahagia? Yang tidak berbahagia itu bukan lain adalah yang mendambakan kebahagiaan itu juga. Dalam keadaan sakit, bagaimana mungkin tubuh mendambakan kesehatan? Yang terpenting bukan mencari-cari kesehatan, melainkan menghilangkan penyebab sakit, apakah kita butuh akan kesehatan lagi. Demikian pula dengan kebahagiaan.

Yang terpenting adalah mengamati, mempelajari, dan meyakinkan mengapa kita tidak berbahagia! Kalau penyebab yang mendatangkan ketidakbahagiaan itu lenyap, apakah kita butuh lagi kepada kebahagiaan? Tentu saja tidak butuh! Orang yang tidak sakit tidak butuh kesehatan karena memang sudh sehat. Orang yang tidak ‘tak berbahagia’ tidak membutuhkan kebahagiaan lagi karena sesungguhnya dialah orang berbahagia! Seperti juga kesehatan, kita tidak pernah menyadari kebahagiaan. Kalau kita sehat, kita lupa bahwa kita sehat, kita tidak dapat menikmatinya.

Demikian pula kalau kita berbahagia, kita lupa atau tidak tahu bahwa kebahagiaan tak pernah meninggalkan kita. Kalau kita sakit, baru kita rindu kesehatan, kalau kita sengsara baru kita mendambakan kebahagiaan! Pada hal, kebahagiaan, seperti Tuhan dan kekuasaanNya, tidak pernah meninggalkan kita sedetikpun. Kitalah yang meninggalkan Dia!

Nafsu daya rendah telah mencengkeram kita lahir batin sehingga nafsu yang diikut-sertakan kepada kita dan yang semula dijadikan pembantu dan alat kita dalam kehidupan ini, berbalik memperalat kita sehingga kita diperhamba. Nafsu mencengkeram kita dan mendorong kita untuk selalu mengejar-ngejar keenakan dan kesenangan diri lahir batin. Hidup kita hanya diseret ke satu arah, satu arah mencapai tujuan, yaitu keenakan dan kesenangan!

Dan untuk mencapai tujuan ini, kita menghalalkan segala cara karena sudah lupa diri, lupa bahwa kita ini manusia, mahluk tersayang yang mendapat anugerah Tuhan secara berlimpah-limpah. Kita melupakan Tuhan, hanya menyebut nama Tuhan dalam mulut saja, itupun kita lakukan kalau kita sedang ditimpa kesengsaraan! Kesengsaraan yang menimpa diri kita karena akibat ulah kita sendiri, membuat kita ingat kepada Tuhan, ingat untuk minta tolong, untuk minta dibebaskan dari kesengsaraan! Dalam keadaan menderita, baru kita menjerit-jerit minta ampun kepada Tuhan!

Permintaan ampun seperti itu biasanya tidak ada gunanya, karena kita minta ampun dalam keadaan menderita, dengan satu tujuan terselubung, yaitu terlepas dari kesengsaraan! Permintaan ampun seperti itu hanya suatu cara untuk memperoleh keenakan dan kesenangan karena bebas dari derita. Kalau sudah terbebas dari derita, maka kitapun sudah lupa lagi kepada Tuhan! Itulah ulah nafsu yang sudah mencengkeram hati akal pikiran, sehingga apapun yang kita lakukan menuruti dorongan hati akal pikiran yang masih bergelimang nafsu yang selalu berpamrih demi kesenangan diri.

Saudaraku,…
Bebas dari cengkeraman nafsu berarti selalu berada dalam bimbingan kekuasaan Tuhan. Apapun yang kita lakukan merupakan suatu kebaktian kepadanya karena tidak ada saat di mana kita lupa kepadanya, seolah setiap denyut jantung, setiap gerakan, setiap hembusan napas merupakan pujian dan pujaan kepadanya.

Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo
Tulisan ini dikutip dari :

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA


Saudaraku,…
Sejak jaman dahulu, berbakti terhadap guru atau orang tua dianggap sebagai ketaatan si anak terhadap guru atau orang tua. Dan melihat bahwa di sini terdapat suatu hal yang amat menguntungkan maka kata “berbakti” itu dipergunakan oleh guru atau orang tua untuk membuat murid atau anak menjadi tidak berdaya! Setiap kali seorang anak tidak menurut kata-kata orang tua, maka anak itu akan dicap sebagai anak “put-hauw” (tidak berbakti) sehingga si anak terbiasa untuk mentaati segala perintah orang tua agar menjadi anak berbakti. Dan biarpun pada lahirnya si anak mentaati karena ingin disebut berbakti, di dalam hatinya si anak mengeluh dan memberi cap ke-pada orang tuanya sebagai “tidak mencintanya”.

Maka timbullah celah yang besar antara orang tua dan anak. Si orang tua ingin anaknya mentaatinya, dengan dalih bahwa semua perintahnya itu demi kebahagiaan dan kebaikan si anak, sikap seperti ini sesungguhnya bukan lain hanyalah sikap mementingkan diri sendiri, mencari enaknya sendiri, karena kalau anaknya taat, dialah yang akan merasakan senang dan berbahagia. Si orang tua sudah memastikan bahwa apa yang dianggapnya baik itu MESTI baik pula bagi si anak dan apa yang dianggapnya membahagiakan itu mesti pula membahagiakan si anak!

Sikap seperti ini yang sampai sekarang masih dipraktekkan oleh orang-orang tua yang sesungguhnya timbul karena kekurangpengertian, menciptakan apa yang dinamakan “gap” atau celah antara orang tua dan anak. Ada-nya celah yang merenggangkan orang tua dan anaknya adalah karena tidak adanya kasih sayang, tidak adanya cinta kasih dalam batin masing-masing. Kalau ada cinta kasih, maka tidak ada lagi istilah berbakti atau durhaka, yang ada hanyalah kerja sama, saling membantu dalam hidup secara wajar, tanpa ingin disebut baik karena bantuan-bantuan masing-masing itu, yang ada hanyalah kasih sayang dan tidak ada sedikit pun keinginan untuk senang sendiri, menang sendiri, atau benar sendiri!

Betapa bahagianya sebuah rumah tangga jika terdapat kasih sayang ini di antara suami, isteri, dan anak-anak mereka! Peraturan-peraturan yang kaku dan dipaksakan hanya menimbulkan kemanisan lahir saja namun di dalam batin masing-masing merasa sakit hati dan menaruh dendam, kebencian terselubung senyum dan sikap ramah tamah palsu. Dan suasana seperti itu hanya dapat tercipta apabila dimulai dari diri sendiri! Bukan ingin mengatur orang lain. Cinta kasih harus timbul dari batin sen-diri dan cinta kasih sama sekali tidak mengharapkan balas dari orang lain. Namun cinta kasih mengandung daya mujijat yang dapat membersihkan dan menerangkan orang lain pula!


Tulisan ini dikutip dari :
Cerita silat karya Asmaraman S / Kho Ping Hoo
Tulisan ini dikutip dari :

BERBAGI KESUSAHAN DENGAN ALLAH

Assalaamu’alaikum warohmatuwloohi wabarokaatuh. Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan keselamatan yang sempurna kepada junjungan kami Muhammad dan keluarganya serta sahabat-sahabatnya, sebanyak hembusan nafas makhluk-Mu dan bilangan yang Engkau ketahui. Karena kekuasaan-Mulah terlepas semua belenggu kesempitan kehidupan, hilang kesusahan, terpenuhi segala kebutuhan, terjangkau segala yang diinginkan, dan tercapai akhir kehidupan yang baik.

Saudaraku,…
Setiap malam merupakan malam yang istimewa bagi manusia. Karena pada setiap malam Allah, Pemilik Jagad ini, Pemberi Karunia kepada seluruh pengfhuni alam dan seisinya, Pembebas dari segala derita, Penghibur duka, Pemberi segala kesenangan, turun mengunjungi hamba-hamba-Nya yang mau melakukan shalat malam, mengorbankan sedikit dari kesenangan tidur yang diberikan-Nya untuk kemudian Ia jawab segala keinginan dan keluh kesahnya.

Bagi siapa yang menghendaki kekayaan akan diberi-Nya kekayaan.

Bagi siapa yang miskin, akan dikayakan. Yang kurang akan dicukupkan.

Bagi siapa yang menghendaki kemuliaan, akan diberi-Nya kemuliaan.

Bagi siapa yang menghendaki perubahan dan perbaikan hidup, akan diubah dan diperbaiki kehidupannya untuk menjadi lebih baik lagi.

Bagi siapa yang memiliki hutang akan dibayarkan hutangnya.

Bagi siapa yang tersendat bisnisnya, akan dilancarkan.

Bagi siapa yang belum bekerja akan diberi-Nya pekerjaan, atau bahkan mungkin usaha.

Bagi siapa yang belum memiliki jodoh akan dicarikan-Nya jodoh yang bagus.

Bagi siapa yang belum memiliki keturunan, akan diberi-Nya keturunan.

Bagi siapa yang sakit, disembuhkan.

Bagi siapa yang memiliki masalah, akan diringankan masalahnya, dicarikan jalan keluar bagi kebuntuannya, dan dianugerahinya kemampuan di tengah ketidakmampuan dan di tengah ketidakberdayaannya.

Itulah sebagian kecil dari keutamaan bersepi-sepi dengan Allah, memanfaatkan waktu malam; bangun tahajud, qiyamul lail.

Renungkanlah firman Allah yang satu ini,
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit.” (QS. Thaha : 124).

Siapapun yang tidak menghendaki kesusahan, tidak menginginkan kesulitan di kehidupan dunia ini, hendaknya selalu berbuat baik, dan lebih baik tidak mencoba hal yang buruk-buruk.

Saudaraku,…
Rasakan betul kebenaran firman Allah pada ayat 124 Surat Thaha di atas, bahwa siapa saja yang berpaling dari Allah, lupa akan keberadaan-Nya, lupa akan kehadiran-Nya, lupa akan adanya Dia, Pemilik dan Pengatur Kehidupan ini, maka baginya kehidupan yang sempit.

Seringkali ditemukan, seseorang yang semula mampu memperkaya dirinya, lalu hanya karena dia memperkaya dirinya dengan cara-cara yang tidak berkah, kehidupannya seperti dihempas badai. Sebentar kayanya, tapi lama susahnya. Sebentar senangnya, tapi lama menderitanya. Sungguh, hamya karena Allah Maha Pengampun saja yang membuat banyak pelaku kezaliman masih sempat tertawa.

Atau jangankan memperkaya diri sendiri dengan cara-cara yang batil, yang jelas-jelas salah, terhadap memperkaya diri sendiri dengan cara yang halal pun, tetapi lupa berbagi, maka orang-orang ini seperti menunggu waktu saja. Yakni menunggu banyak kenikmatan yang semula ia nikmati lalu dicabut oleh Allah. Katakanlah ia kaya, lalu kekayaannya itu membawa kepada kesibukan tiada henti. Sehingga, ia sendiri tidak sadar bahwa ia sebenarnya tidak menikmati kekayaannya, melainkan sedang diperbudak. Katakanlah juga ia kaya, tapi diberi Allah penyakit ini penyakit itu, sehingga tiada terasa nikmatnya berharta banyak. Lalu buat apa kaya, bila selalu sakit? Buat apa kaya, kalau fisik selalu menderita? Atau sebutlah juga, seseorang yang berpenghasilan tinggi, tetapi apa daya, Allah ‘anugerahi’ dia dengan beban hidup yang juga lebih tinggi dari penghasilannya yang tinggi. Semuanya mudah bagi Allah.

Renungkanlah firman Allah berikut ini,
Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.” [QS. Al Baqarah : 266]

Inilah gambaran Allah terhadap orang-orang yang sukses menggenggam dunia, tapi rapuh. Masa sekarang dilaluinya dengan penuh kegemilangan yang semu, kejayaan yang berujung pada keterpurukan, kemuliaan yanmg berujung pada kehinaan. Diantara sebab yang paling utama adalah lupa diri, atau kufur nikmat.

Perhatikanlah hadits Rasulullah Muhammad Saw berikut ini,
“Jika Engkau melihat Allah sedang memberikan kepada seseorang, sesuatu dari dunia yang ia sukai, sedang ia masih saja tenggelam dalam kemaksiatannya, maka ketahuilah itulah yang dinamakan istidraj [penguluran waktu untuk kemudian dibinasakan secara perlahan-lahan dan biasanya lebih menyakitkan].” [HR. Ath-Thusi].

Demikianlah sekiranya sedikit jawaban atas pertanyaan, mengapa banyak orang yang ketika melakukan kemaksiatan, justru ia cenderung masih dikatakan senang [tidak susah]. Karena boleh jadi itulah istidraj dari Allah, penguluran waktu. Kelak di ujung kehidupannya, entah itu bulan depan, tahun depan, di usia tua, atau malah di alam kubur dan di negeri akhir nanti, ia mendapat kesusahan yang sangat.

Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.” [QS. Al-A’raaf : 182 - 183]

Syahdan, ada seorang yang selama lima tahun mengumpulkan harta haram. Terkumpullah uang haram sekitar Rp 240 juta. Suatu saat ia merasa perlu untuk menikmati uang tersebut [yang sesungguhnya bukan uangnya]. Ia berniat membelikan mobil baru Marcedes Benz C200 2nd, seharga 200 juta. Pada hari akan dibeli kendaraan tersebut, datanglah ketetapan Allah, bahwa kesia-siaan yang ada baginya. Satu hal yang mau dicatat, bila Allah sudah menghendaki sesuatu, pastilah sesuatu itu akan terjadi. Pada saat akan membayar mobil tersebut, agar aman, dipilihlah transaksi antar bank. Sepertinya kejadiannya serba kebetulan; bank saat itu sedang offline. Karena offline, ia tidak bisa melakukan transaksi antarbank untuk melakukan pembayaran mobilnya. Karena tidak sabar, ia memilih menarik uang kotan. Dibawalah uang 200 juta itu, tunai, ke showroom tempat ia akan membeli mobil tersebut. Belum sampai di showroom, ia dirampok spesialis perampok nasabah bank. Uang Rp 200 juta dirampok. Dan sudah begitu, ia masih juga kena tembak  di bagian kakinya karena mencoba melawan.

Dan orang tersebut pun menangis. Uang itu akhirnya dinikmati orang lain, padahal dia yang bela-belain ngumpulin uang tersebut [meski dengan cara yang haram]. Ketika sudah waktunya ia putuskan untuk ia nikmati, ia malah tidak mendapatkan apa-apa. Diceritakan tadi, meski ia berhasil mengumpulkan Rp 240 juta, tapi yang Rp 200 juta akhirnya melayang dirampok.  Tersisa Rp 40 juta. Tapi uang ini pun ia masih harus pakai untuk biaya rumah sakit sebab kakinya ditembak perampok. Walhasil, sebenarnya ia tekor, alias rugi. Sudah hilang uang, pun celaka ia dapatkan.

Begitulah, sebagaimana kalau Allah sudah bukakan pintu rezeki, Dia akan carikan jalan-jalan rezeki bagi kita, begitu pulalah bila Allah sudah berkehendak untuk mencabut. Dia akan menggiring kita kepada pintu-pintu kebinasaan.

Saya hadirkan lagi contoh lain dari kehidupan nyata, sebagai contoh kesia-siaan dari akibat perbuatan buruk. Ceritanya, ada sepasang kekasih yang memadu kasih. Suatu hari mereka ubah rasa kasih sayang diantara mereka menjadi nafsu. Disangkanya kenikmatan, ternyata akhirnya neraka yang ada buat keduanya. Hamil di luar nikah, sebagai akibat perbuatan buruk, tentu saja menjadi hal yang tidak dikehendaki. Apalagi kadang suatu perbuatan buruk melahirkan lagi=perbuatan-perbuatan buruk yang lain. Sudah hamil, mereka pun menjadi pasangan muda yang membunuh jabang bayinya sendiri dengan jalan aborsi. Bertambah-tambah dosa mereka; berzina dan juga membunuh.

***

Saudaraku,…
Percuma pencarian solusi bagi setiap masalah yang kita hadapi, bila Allah Yang Maha Mengatur belum berkehendak memberikan jalan keluar bagi kita. Sehingga banyaklah ditemukan orang-orang yang berhutang, tetapi tiada kunjung terbayar hutangnya; sakit, tetapi tiada kunjung memperoleh kesembuhan. Atau seseorang yang tidak bangun-bangun bisnisnya setelah dihempas kebangkrutan. Untuk orang-orang seperti ini, bolehlah ia khawatir. Bahwa sesungguhnya kehidupannya sedang digelapkan oleh Allah. Jadi sepertinya jalan keluar bagi setiap permasalahannya seperti ada hijabnya, ada dinding yang menghalanginya.

Penting bagi orang-orang yang sedang mencari jalan keluar bagi setiap masalahnya untuk menghadirkan dulu Allah di dalam setiap kesulitannya. Jalannya bisa ditempuh melalui beberapa hal. Yang pertama, menghentikan perbuatan buruk (bertaubat) seraya memohon ampun dulu kepada-Nya, serta memuhasabahkan diri di hadapan Allah atas kemungkinan adanya dosa dan kemaksdiatan yang dilakukan yang menyebabkan tidak adanya perlindungan dan pertolongan Allah.

Kedua, kembali mengimani Allah. Mengimani Allah berarti juga percaya bahwa rezeki ada di tangan Allah; jadi tidak perlu memaksakan diri mencari rezeki haram, lewat jalan-jalan haram. Mengimani Allah berarti juga percaya segala sesuatu Allah yang atur. Sehingga, yang perlu dilakukan oleh kita adalah memohon agar diatur sebaik-baiknya, dengan cara menjalasni kehidupan ini dengan baik.

Ketiga, melangkah dengan langkah orang-orang yang baik, dan menjauhkan keburukan demi keburukan, utamanya keburukan yang baru, jangan lagi dibuat. Supaya yang berat diringankan Allah, yang sulit dimudahkan Allah, yang susah dimudahkan Allah, dan yang buntu dicarikan jalan keluar oleh Allah.

Demikianlah tiga cara yang disebut Allah, bila kita menghendaki perubahan atau perbaikan hidup.

Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan keselamatan yang sempurna kepada junjungan kami Muhammad dan keluarganya serta sahabat-sahabatnya, sebanyak hembusan nafas makhluk-Mu dan bilangan yang Engkau ketahui. Karena kekuasaan-Mulah terlepas semua belenggu kesempitan kehidupan, hilang kesusahan, terpenuhi segala kebutuhan, terjangkau segala yang diinginkan, dan tercapai akhir kehidupan yang baik.

Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.

DENDAM DAN KEKEJAMAN

Dendam membuat kita menjadi kejam. Hal ini dapat kita buktikan sendiri dengan melihat sendiri keadaan batin kita. Dendam melahirkan kebencia...